Seserok Kesah para Penambang Pasir
Diantara hijaunya Perbukitan kecamatan Kebasen, saya berkendara menyusuri Sungai Serayu. Jalanan kelok beratap pepohonan yang rindang menemani petualangan kali ini. Barisan Pohon kelapa disisi sungai pun ikut melambai menyapa ramah. Sesaat saya tertegun kagum akan asrinya, sebelum pada akhirnya mendapati beberapa perahu penambang pasir yang berlabuh disungai. Terlihat sangat kontras di kejauhan mata memandang.
Untuk wilayah sungai Serayu yang melintasi Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas, terutama Kecamatan Kebasen, Rawalo, Adipala dan Maos. Terdapat banyak aktivitas penambangan pasir sungai, dikarenakan kandungan pasirnya dianggap cukup bagus.
Saya pun datang tuk menghampiri. Menepikan kendaraan untuk mulai mendekat pada suatu gubuk, tempat dimana sekelompok penambang pasir berkumpul. "Mari mas, duduk-duduk aja sambil ngobrol gapapa" jawab ramah dari salah satu penambang pasir, tentu setelah saya menjelaskan maksud kedatangan saya.
Keakraban kami berlanjut, saya pun ikut berlabuh bersama Pak Joko. Salah seorang pria penambang pasir berusia separuh baya. Menggunakan kapal pipih berbahan kayu sepanjang 12 meter, dengan penggerak berupa mesin kapal di belakangnya. Sambil membawa bambu panjang berujung jaring, dengan urat yang nampak ditangan perkasanya, dengan topi yang disinggahkan pada kepala.
"Srooff srooff sroooff" jaring dimasukan sampai ke dasar sungai hingga kedalaman 9 meter. Dengan sekuat tenaga, kayu ditekan ke belakang agar jaring menyerok pasir, lalu ditarik keatas hingga pasir terangkat. Pasir dikumpulkan hingga tertumpuk dua gundukan yang memenuhi perahu.
Untuk memenuhi perahu dengan pasir, rupanya para penambang bermulai sejak pagi, pukul 7 hingga pukul 4 sore. Dalam sehari, satu perahu bisa bolak balik menambang ke tengah sungai sekitar 3 hingga 4 kali. Dalam sekali penambangan, membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Penghasilan satu kapal pun masih harus dibagi 2 atau 3 orang, tergantung jumlah penambang dalam satu kapalnya. Tentu yang tak kalah penting seperti bahan bakar mesin kapal dan serta biaya konsumsi mengingat kegiatan menambang pasir yang butuh tenaga besar.
Namun siapa sangka, kucuran keringat para penambangan pasir tak tentu berbuah manis. Truk-truk pembeli datang tak menentu, hingga sore mereka menanti kehadirannya. Hanya terlihat beberapa truk saja, terkadang bahkan sama sekali tak datang. Alhasil sisa pasir yang sudah didapat hanya diangkat ke daratan untuk menunggu pembeli dihari esok.
Mekipun kehadiran mereka dianggap ilegal oleh aturan daerah yang melarang penambangan pasir tanpa izin, namun tak ada pilihan lain bagi mereka. Beberapa kali penambang di Bukit Samba ini tersandung masalah dengan pihak yang bertanggung jawab. Namun ketiadaan solusi menjadikan mereka terus melakukan kegiatan ini.
Pengambilan pasir terus menerus dengan jangka waktu yang cukup panjang pun dapat berdampak fatal. Tanpa adanya penghambat dialiran air yang besar, dapat menyebabkan abrasi juga longsor. Ketika tanah terus terkikis habis, kekuatan air pun cukup untuk merobohkan infrastruktur yang berada di sekitarnya, seperti jembatan.
Ada banyak kisah sedih yang didapat dari para penambang pasir ini. Tenaga besar yang dibutuhkan untuk menambang tak sebanding dengan hasil yang didapat. Akibatnya, banyak dari anak penambang pasir ini yang putus sekolah.
Entah sampai kapan dan bakal seperti apa masa depan dari para penambang pasir ini, mereka sendiri pun tidak mengerti.